A. Kedudukan Ketetapan MPR pasca Reformasi
Kedudukan MPR pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945 ( kala Reformasi ) telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. MPR bukan lagi forum tertinggi tapi forum tinggi negara yang sejajar kedudukannya dengan forum tinggi negara lainnya ibarat Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Susunan keanggotaanyapun berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara eksklusif melalui pemilu. Bahkan dari beberapa kiprah yang diembannya pun apabila ditelaah lebih lanjut maka hanya beberapa kiprah saja yang menjadi acara rutin bagi MPR, yaitu melantik Presiden dan Wapres serta tetapkan Peraturan Tata Tertib dan arahan etik MPR, sedangkan kiprah yang lain hanya dilakukan apabila terjadi suatu keadaan yang abnormal.
Mengingat kecilnya peranan MPR, muncul fatwa untuk tidak melembagakan MPR. Dengan demikian MPR hanyalah merupakan joint session (sidang gabungan) antara dewan perwakilan rakyat dan DPD. Konsekuensinya yaitu MPR tidak memiliki pimpinan sendiri dan forum ini tidak ada kalau tidak ada sidang adonan tersebut. Struktur ketatanegaraan Republik Indonesia yang baru, MPR di samping tidak lagi memiliki kedudukan sebagai forum tertinggi, juga tidak lagi bersifat permanen. MPR pada hakikatnya tetap sanggup disebut sebagai institusi atau lembaga, tetapi sifat tugasnya tidak lagi permanen dan sifat kegiatannya tidak lagi terus menerus atau rutin. Kegiatan MPR yang bersifat rutin hanya satu yaitu melantik Presiden dan Wapres setiap lima tahun sekali. Sedangkan acara lainnya terkait dengan kiprah dan kewenangan yang tidak terencana secara rutin.
MPR Pasca Reformasi:
1) MPR tetap mengubah dan tetapkan Undang-Undang Dasar;2) MPR melantik Presiden dan Wapres menurut hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR;
3) MPR Memutuskan undangan dewan perwakilan rakyat menurut putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya sesudah Presiden dan/atau Wapres diberi kesempatan untuk memberikan klarifikasi di dalam Sidang Paripurna MPR;
4) MPR Melantik Wapres menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak sanggup melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya;
5) MPR Memilih Wapres dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
6) MPR Memilih Presiden dan Wapres apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wapres yang diusulkan oleh partai politik atau adonan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih bunyi terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, hingga habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
7) MPRMenetapkan Peraturan Tata Tertib dan arahan etik MPR.
8) MPR tidak lagi berwenang tetapkan GBHN.
9) MPR tidak lagi mengangkat Presiden alasannya yaitu presiden dipilih secara eksklusif melalui pemilu).
B. Kedudukan Keputusan Presiden dan Instruksi Presiden Pasca reformasi
- Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945)
- Presiden tetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaiman mestinya (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945)
- Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif alasannya yaitu sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
- Masa jabatan presiden dibatasi maksimum menjadi dua periode saja.
- Kewenangan Presiden mengangkat duta dan mendapatkan duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
- Kewenangan Presiden memperlihatkan grasi, amnesti dan penghapusan harus memperhatikan pertimbangan DPR.
Nama : Ardi Widayanto
NIM : 07401241043
Prodi : PKnH Reg’07
Tugas : Hukum Tata Negara
