A. Pendahuluan
Seiring dengan hal tersebut di atas, menurut Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 ihwal Mahkamah Konstitusi menyebutkan secara tegas bahwa pemohon pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus menguraikan dalam permohonannya mengenai pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan/atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau cuilan undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tahap perencanaan merupakan tahap awal dalam pembentukan suatu undang-undang. Dalam tahap perencanaan ini lazimnya ditandai dengan adanya, penyusunan konsepsi rancangan undang-undang, atau penyusunan naskah akademik, pengharmonisan konsepsi, dan sertifikasi konsepsi baik melalui aktivitas legislasi nasional, maupun melalui persetujuan izin prakarsa. Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan bahwa konsepsi dan materi pengaturan rancangan undang-undang yang disusun harus selaras dengan falsafah negara Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang lain, dan kebijakan yang terkait dengan materi yang akan diatur dalam rancangan undang-undang tersebut.
Keselarasan yang demikian ini merupakan inti sari dari pengharmonisan suatu rancangan undang-undang. Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan bahwa konsepsi suatu rancangan undang-undang berisikan latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan. Sama halnya dengan konsepsi, naskah akademik merupakan konsepsi rancangan undang-undang juga, tetapi konsepsi tersebut sanggup dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pensertifikasian suatu rancangan undang-undang dalam aktivitas legislasi nasional hanya sanggup dilakukan apabila rancangan undang-undang tersebut telah dilengkapi dengan kosepsi atau naskah akademiknya, sebagai alasan teknis rancangan undang-undang untuk sanggup dimasukan ke dalam aktivitas legislasi nasional. Di samping itu terdapat sejumlah kriteria yang dijadikan syarat bagi suatu rancangan undang-undang untuk sanggup dimasukan ke dalam aktivitas legislasi nasional.
Persyaratan tersebut yaitu bahwa rancangan undang-undang yang akan disusun merupakan perintah dari UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perintah dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, perintah dari undang-undang, terdapat dalam daftar aktivitas legislasi nasional tahun 2005-2009, dan urgensi rancangan undang-undang. Selain itu dalam keadaan tertentu pemrakarsa sanggup melaksanakan penyusunan rancangan undang-undang sehabis memperoleh sertifikasi melalui persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Penyusunan rancangan undang-undang menurut sertifikasi persetujuan izin prakarsa hanya dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut :
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat memberikan rancangan undang-undang kepada Presiden untuk sanggup disahkan menjadi undang-undang. Penyampaian rancangan undang-undang oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden tersebut dilakukan dalam jangka waktu tujuh hari, terhitung semenjak tanggal dicapainya persetujuan rancangan undang-undang dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya Presiden wajib mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-undang dengan membubuhi tandan tangannya.
Menteri mengundangkan rancangan undang-undang yang telah disahkan menjadi undang-undang dengan menempatkannya dalam lembaran negara Republik Indonesia. Sedangkan klarifikasi undang-undang ditempatkan dalam perhiasan lembaran Negara Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan semoga setiap orang mengetahui kelahiran atau kehadiran suatu undang-undang, sekaligus menandai ketika mulai berlakunya undang-undang tersebut beserta kekuatan mengikatnya.
Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 ada kewajiban bagi pemerintah untuk menyebarluaskan undang-undang yang telah diundangkan. Penyebarluasan tersebut dimaksudkan semoga khalayak ramai mengetahui dan memahami maksud yang terkandung di dalam undang-undang tersebut. Penyebarluasan ini sanggup dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik.
Diajukan guna memenuhi kiprah mata kuliah Hukum Tata Negara
Silahkan lihat Juga SKEMA PROSES TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG
Ada dua hal yang cukup signifikan dalam peraturan perundang-undangan, yakni syarat materil dan syarat formil. Kesesuaian dan keharmonisan substansi suatu peraturan perundang-undangan serta pemenuhan unsur teknikal dalam penormaannya merupakan lingkup kajian yang sangat terkait bersahabat dengan pemenuhan syarat materil. Sedangkan keabsahan dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan sangat terkait bersahabat dengan pemenuhan syarat formil. Pemenuhan syarat formil atau syarat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sanggup dijadikan indikasi adanya penguatan terhadap jamninan terpenuhinya syarat materil.
Pembentukan peraturan perundang-undangan intinya merupakan suatu sistem. Oleh sebab di dalamnya terdapat beberapa kejadian yang terjalin dalam satu rangkaian yang tidak terpisahkan antara satu dan lainnya. Hal ini sanggup pula dipersamakan, misalnya dalam pembentukan suatu rumah. Jika kita cermati dalam pembentukan suatu rumah maka terdapat beberapa tahapan dalam pembentukannya.
Tahapan tersebut diantaranya yaitu tahap perecanaan (desain dan perhitungan biaya), tahap permohonan izin mendirikan bangunan (IMB), tahap penyiapan materi bangunan dan pekerja bangunan, tahap pelaksanaan pembangunan, dan tahap penghunian bangunan. Sejalan dengan hal tersebut, sanggup dikatakan bahwa tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, terdiri atas tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap pembahasan, tahap pengesahan, tahap pengundangan, dan tahap penyebarluasan.
Dalam upaya menjamin kepastian pembentukan peraturan perundangan-undangan maka dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus senantiasa menurut pada ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 ihwal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 ihwal Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan aktivitas Legislasi Nasional, Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 ihwal Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden, serta Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.
Seiring dengan hal tersebut di atas, menurut Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 ihwal Mahkamah Konstitusi menyebutkan secara tegas bahwa pemohon pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus menguraikan dalam permohonannya mengenai pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan/atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau cuilan undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini membuktikan bahwa yang menjadi objek investigasi kasus peninjauan kembali (judicial review) terhadap undang-undang oleh hakim Mahkamah Konstitusi yaitu tidak hanya sebatas apakah suatu undang-undang telah memenuhi syarat materil saja, tetapi sanggup juga apakah suatu undang-undang telah memenuhi syarat formil sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian sanggup dikatakan bahwa proses pembentukan undang-undang atau peraturan perundang-undangan memegang peranan yang cukup penting dalam memilih eksistensi jati diri suatu undang-undang/peraturan perundang-undangan dalam kancah lingkungan rumpun aturan nasional.
B. Pembentukan Undang-Undang
B. Pembentukan Undang-Undang
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sanggup dikatakan bahwa terdapat beberapa tahapan dalam pembentukan suatu undang-undang. Ada pun tahapan yang dimaksud tersebut yaitu :
- Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap awal dalam pembentukan suatu undang-undang. Dalam tahap perencanaan ini lazimnya ditandai dengan adanya, penyusunan konsepsi rancangan undang-undang, atau penyusunan naskah akademik, pengharmonisan konsepsi, dan sertifikasi konsepsi baik melalui aktivitas legislasi nasional, maupun melalui persetujuan izin prakarsa. Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan bahwa konsepsi dan materi pengaturan rancangan undang-undang yang disusun harus selaras dengan falsafah negara Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang lain, dan kebijakan yang terkait dengan materi yang akan diatur dalam rancangan undang-undang tersebut.
Keselarasan yang demikian ini merupakan inti sari dari pengharmonisan suatu rancangan undang-undang. Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan bahwa konsepsi suatu rancangan undang-undang berisikan latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan. Sama halnya dengan konsepsi, naskah akademik merupakan konsepsi rancangan undang-undang juga, tetapi konsepsi tersebut sanggup dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pensertifikasian suatu rancangan undang-undang dalam aktivitas legislasi nasional hanya sanggup dilakukan apabila rancangan undang-undang tersebut telah dilengkapi dengan kosepsi atau naskah akademiknya, sebagai alasan teknis rancangan undang-undang untuk sanggup dimasukan ke dalam aktivitas legislasi nasional. Di samping itu terdapat sejumlah kriteria yang dijadikan syarat bagi suatu rancangan undang-undang untuk sanggup dimasukan ke dalam aktivitas legislasi nasional.
Persyaratan tersebut yaitu bahwa rancangan undang-undang yang akan disusun merupakan perintah dari UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perintah dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, perintah dari undang-undang, terdapat dalam daftar aktivitas legislasi nasional tahun 2005-2009, dan urgensi rancangan undang-undang. Selain itu dalam keadaan tertentu pemrakarsa sanggup melaksanakan penyusunan rancangan undang-undang sehabis memperoleh sertifikasi melalui persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Penyusunan rancangan undang-undang menurut sertifikasi persetujuan izin prakarsa hanya dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut :
- 1.1. menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
- 1.2. meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional;
- 1.3. melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi;
- 1.4. mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, peristiwa alam; atau
- 1.5. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu rancangan undang-undang yang sanggup disetujui bersama oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dan Menteri.
- Tahap Penyusunan
Penyusunan rancangan undang-undang hanya sanggup dilakukan apabila rancangan undang-undang tersebut telah disertifikasi baik melalui aktivitas legislasi nasional, maupun melalui persetujuan izin prakarsa oleh Presiden.
Setelah rancangan undang-undang disertifikasi langkah awal yang harus dilakukan oleh pemrakarsa yaitu mebentuk pantia antardepartemen. Keanggotaan panitia antardepartemen ini merupakan representasi dari instansi pemerintah yang secara eksklusif terkait dengan materi yang akan disusun dalam rancangan undang-undang.
Pemrakarsa sanggup mengundang para jago baik dari lingkungan akademisi, organisasi profesi, maupun organisasi sosial kemasyarakatan lainnya untuk turut serta dalam penyusunan rancangan undang-undang. Keikutsertaan wakil dari departemen yang kiprah dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk melaksanakan pengharmonisasian rancangan undang-undang dan teknik perancangan perundang-undangan. Dalam rangka penyempurnaan rancangan undang-undang pemrakarsa sanggup menyebarluaskan rancangan undang-undang kepada masyarakat.
Hasil peyebarluasan rancangan undang-undang kepada masyarakat selanjutnya dijadikan materi oleh panitia antardepartemen untuk menyempurnakan materi rancangan undang-undang yang sedang disusunnya. Pemrakarsa selanjutnya memberikan rancangan undang-undang yang telah disusun oleh panitia antardepartemen kepada masing-masing menteri atau pimpinan lembaga terkait yang menjadi anggota panitia antardepartemen untuk memperoleh pertimbangan dan paraf persetujuan.
Dalam hal pemrakarsa melihat adanya perbedaan di antara pertimbangan yang disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga, pemrakarsa bersama dengan Menteri menuntaskan perbedaan tersebut dengan menteri/pimpinan lembaga terkait yang bersangkutan. Apabila upaya tersebut tidak membuahkan hasil Menteri melaporkan secara tertulis permasalahan tersebut kepada Presiden untuk memperoleh keputusan. Perumusan ulang rancangan undang-undang dilakukan oleh pemrakarsa tolong-menolong Menteri.
RUU yang sudah tidak mempunyai permasalahan lagi baik dari substansi maupun dari segi teknik oleh pemrakarsa diajukan kepada Presiden untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat guna dilakukan pembahasannya.
- Tahap Pembahasan
Pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam duat tingkat pembicaraan. Pembicaraan tingkat kesatu berisikan aktivitas penyampaian keterangan pemerintah atas rancangan undang-undang, penyampaian pandangan dan pendapat fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat terhadap rancangan undang-undang, pembahasan materi rancangan undang-undang menurut daftar inventarisasi dilema (DIM), baik dalam lembaga panitia khusus (PANSUS), pantia kerja (PANJA), tim perumus (TIMUS), tim sinkronisasi (TIMSIN), maupun tim kecil (TMCIL). Sedangkan pembicaraan tingkat kedua berisi aktivitas rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, berupa pengambilan keputusan atas persetujuan rancangan undang-undang untuk sanggup disahkan menjadi undang-undang oleh Presiden.
- Tahap Pengesahan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat memberikan rancangan undang-undang kepada Presiden untuk sanggup disahkan menjadi undang-undang. Penyampaian rancangan undang-undang oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden tersebut dilakukan dalam jangka waktu tujuh hari, terhitung semenjak tanggal dicapainya persetujuan rancangan undang-undang dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya Presiden wajib mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-undang dengan membubuhi tandan tangannya.
Pengesahan rancangan undang-undang menjadi undang-undang tersebut dilakukan dalam jangka waktu tiga puluh hari terhitung semenjak disampaikannya Rancangan undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden.
Jika jangka waktu yang telah ditentukan tersebut terlampaui dan ternyata Presiden belum juga membubuhkan tanda tangannya sebagai indikasi disahkannya rancangan undang-undang menjadi undang-undang maka rancangan undang-undang tersebut dianggap sah menjadi undang-undang. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Tahap Pengundangan
Menteri mengundangkan rancangan undang-undang yang telah disahkan menjadi undang-undang dengan menempatkannya dalam lembaran negara Republik Indonesia. Sedangkan klarifikasi undang-undang ditempatkan dalam perhiasan lembaran Negara Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan semoga setiap orang mengetahui kelahiran atau kehadiran suatu undang-undang, sekaligus menandai ketika mulai berlakunya undang-undang tersebut beserta kekuatan mengikatnya.
- Tahap Penyebarluasan
Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 ada kewajiban bagi pemerintah untuk menyebarluaskan undang-undang yang telah diundangkan. Penyebarluasan tersebut dimaksudkan semoga khalayak ramai mengetahui dan memahami maksud yang terkandung di dalam undang-undang tersebut. Penyebarluasan ini sanggup dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik.
Diajukan guna memenuhi kiprah mata kuliah Hukum Tata Negara
Silahkan lihat Juga SKEMA PROSES TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG
