BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa indonesia ialah pendidikan. alasannya dengan pendidikan diharapkan setiap individu sanggup meningkatkan kualitas keberadaannya dan bisa berpartisipasi dalam gerak pembangunan. Dengan pesatnya perkembangan dunia di kala globalisasi ini,terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, maka pendidikan nasional juga harus terus-menerus dikembangkan seirama dengan zaman. Pada umumnya sebuah sekolah dan pendidikan bertujuan pada bagaimanakehidupan insan itu harus ditata, sesuai dengan nilai-nilai kewajaran dankeadaban (civility). Semua orang niscaya mempunyai harapan dan cita-citabagaimana sebuah kehidupan yang baik. Karena itu pendidikan pada gilirannyaberperan mempersiapkan setiap orang untuk berperilaku penuh keadaban(civility). Keadaban inilah yang secara simpel sangat dibutuhkan dalam setiapgerak dan perilaku.
Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan ialah perjuangan sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar penerima didik secara aktif membuatkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budpekerti mulia sera keterampilan yang diharapkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selama ini pendidikan di Indonesia masih memakai metode tradisional dan dikotomis (terjadi pemisahan) antara pendidikan yang berorientasi kepercayaan dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek). Pendidikan menyerupai ini tidak memadai lagi untuk merespon perkembangan masyarakat yang sangat dinamis. Metode pendidikan yang harus diterapkan kini ialah dengan membuatkan pendidikan yang integralistik yang memadukan antara kepercayaan dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek).
Semakin melemahnya bangsa ini pasca krisis moneter yang kita alami telah membuat Indonesia berada di urutan bawah dalam hal kualitas pendidikannya. Minimnya sarana dan prasarana pendukung mengakibatkan pengajaran tidak sanggup dilakukan dengan optimal.
1.2. Rumusan masalah
Dalam permasalahan ini penulis lebih menekankan sejauh mana kiprah pendidik dalam upaya peningkatan kualitas pendidik dalam mutu pendidikan terkait dengan hal – hal teknologi pendidikan diantara nya komputer dan internet. Pertanyaan dari kasus yang menjadi analisa dalam penelitian diformulasikan dengan pertanyaan – pertanyaan di bawah ini:
1. Apa Peran Pendidik pada proses belajar-mengajar pada metode e-Learning
2. Bagaimana proses upaya membangun budaya berguru melalui
pengembangan e-Learning
1.3. Tujuan Penulisan
Penulis menyusun karya tulis ilmiah ini dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui seberapa besar kiprah dan kiprah pokok seorang pendidik atau pengajar pada proses belajar-mengajar
2. Mengupayakan biar kiprah dan kiprah pokok seorang pendidik dalam PBM bisa dijalankan oleh setiap guru dengan baik yang pada alhasil tujuan utama pendidikan bisa tercapai
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini ialah biar pendidik melaui pemahaman akan fungsi kiprah dan kiprahnya bisa meningkatkan kemampuan mendidik atau mengajar terhadap anak didiknya serta bisa membuatkan potensi diri penerima didik, membuatkan kreativitas dan mendorong adanya inovasi keilmuan dan teknologi yang inovatif, sehingga para siswa bisa bersaing dalam masyarakat global.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan
Beberapa definisi mengenai pendidikan sanggup dikemukakan di bawah ini : M.J. Langeveld (1995) :
1) Pendidikan merupakan upaya insan cukup umur membimbing insan yang belum cukup umur kepada kedewasaan.
2) Pendidikan ialah perjuangan menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, biar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila.
3) Pendidikan ialah perjuangan mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.
Stella van Petten Henderson : Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan ialah pembentukan hati nurani. Pendidikan ialah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.
John Dewey (1978) :
Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan ialah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan simpulan di balik dirinya).
H.H Horne :
Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.
Encyclopedia Americana (1978) :
- Pendidikan merupakan sebarang proses yang digunakan individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau membuatkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan.
- Pendidikan ialah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Dari pelbagai definisi tersebut di atas sanggup kita kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan tanda-tanda insani yang mendasar dalam kehidupan insan untuk mengantarkan anak insan ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, biar anak berguru mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan bisa memiliki, melanjutkan-mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.
2.2. Tujuan dan Proses Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran perihal nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan penerima didik serta sanggup diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.
Sehubungan dengan fungsi tujuan yang sangat penting itu, maka suatu keharusan bagi pendidik untuk memahaminya. Kekurangpahaman pendidik terhadap tujuan pendidikan sanggup menjadikan kesalahpahaman di dalam melaksanakan pendidikan. Gejala demikian oleh Langeveld disebut salah teoritis (Umar Tirtarahardja dan La Sula, 37 : 2000).
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat memilih kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling tergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, menyerupai tersedianya prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, juga ditunjang dengan pengelolaan yang ahli maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan
menjadikan hasil yang tidak optimal.
2.3. Unsur-Unsur Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu :
1) Subjek yang dibimbing (peserta didik).
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh lantaran penerima didik (tanpa pandang usia) ialah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang mempunyai ciri khas dan otonomi, ia ingin membuatkan diri (mendidik diri) secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya
2) Orang yang membimbing (pendidik).
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran penerima didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin acara pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/organisasi.
3) Interaksi antara penerima didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
Interaksi edukatif intinya ialah komunikasi timbal balik antar penerima didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanifulasikan isi, metode serta alat-alat pendidikan. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
4) Tujuan pendidikan bersifat abnormal lantaran memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada penerima didik dalam kondisi tertentu, daerah tertentu, dan waktu tertentu dengan memakai alat tertentu.
5) Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini mencakup materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya membuatkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan.
6) Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
7) Tempat bencana bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasa disebut tri sentra pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
2.4. Tugas dan Peran Guru dalam Proses Belajar-Mengajar
Kegiatan Proses belajar-mengajar mencakup banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams & Decey dalam Basic Principles Of Student Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partissipan, ekspeditor, perencana, suvervisor, motivator, penanya, evaluator dan konselor.
2.4.1 Tugas Guru
Guru mempunyai kiprah yang bermacam-macam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut mencakup bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi mencakup mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan membuatkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan membuatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti membuatkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan ialah memposisikan dirinya sebagai orang bau tanah ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah sanggup memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru ialah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang mustahil digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa semenjak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan kiprah dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret insan yang akan tiba tercermin dari potret guru di masa kini dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.
2.4.2 Peran Seorang Guru
a. Dalam Proses Belajar Mengajar
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa kiprah seorang guru sangar signifikan dalam proses berguru mengajar. Peran guru dalam proses berguru mengajar mencakup banyak hal menyerupai sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini ialah kiprah yang dianggap paling mayoritas dan pembagian terstruktur mengenai guru sebagai:
1) Demonstrator
2) Manajer/pengelola kelas
3) Mediator/fasilitator
4) Evaluator
b. Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru sanggup berperan sebagai:
1) Pengambil insiatif, pengarah dan penilai kegiatan
2) Wakil masyarakat
3) Ahli dalam bidang mata pelajaran
4) Penegak disiplin
5) Pelaksana manajemen pendidikan
c. Sebagai Pribadi
Sebagai dirinya sendiri guru harus berperan sebagai:
1) Petugas sosial
2) Pelajar dan ilmuwan
3) Orang tua
4) Teladan
5) Pengaman
d. Secara Psikologis
Peran guru secara psikologis adalah:
1) Ahli psikologi pendidikan
2) Relationship
3) Catalytic/pembaharu
4) Ahli psikologi perkembangan
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Peran Pendidik dalam Dunia Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan ialah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan berdasarkan ayat 6 Pendidik ialah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Proses belajar/mengajar ialah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan hingga sejauh mana kita mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses berguru berlangsung (Lozanov, 1978). Dalam hal ini imbas dari kiprah seorang pendidik sangat besar sekali. Di mana keyakinan seorang pendidik atau pengajar akan potensi insan dan kemampuan semua penerima didik untuk berguru dan berprestasi merupakan suatu hal yang penting diperhatikan. Aspek-aspek teladan mental pendidik atau pengajar berdampak besar terhadap iklim berguru dan pemikiran penerima didik yang diciptakan pengajar. Pengajar harus bisa memahami bahwa perasaan dan sikap penerima didik akan terlihat dan besar lengan berkuasa kuat pada proses belajarnya. (Bobbi DePorter : 2001)
Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik gotong royong dengan anak didik; juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping orde normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk insan muda itu amat sukar, dilarang dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.
Barang siapa tidak memperhatikan unsur tanggung jawab moril serta pertimbangan rasional, dan perbuatan mendidiknya dilakukan tanpa refleksi yang arif, berlangsung serampangan asal berbuat saja, dan tidak disadari benar, maka pendidik yang melaksanakan perbuatan sedemikian ialah orang lalai, tipis moralnya, dan bisa berbahaya secara sosial. Karena itu konsepsi pendidikan yang ditentukan oleh nalar akal insan itu sifatnya juga harus etis. Tanpa pertanggungjawaban etis ini perbuatan tersebut akan membuahkan kesewenang-wenangan terhadap anak-didiknya. Peran seorang pengajar atau pendidik selain mentransformasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada anak didik juga bertugas melaksanakan pembimbingan dan training serta melaksanakan penelitian dan dedikasi kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 20 Pasal 39 ayat 2.
Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaan penerima didik Di mana selain kiprah yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu pendidik harus mengetahui psikologis mengenai penerima didik. Dalam proses pendidikan duduk masalah psikologis yang relevan pada hakikatnya inti duduk masalah psikologis terletak pada penerima didik, alasannya pendidikan ialah perlakuan pendidik terhadap penerima didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan penerima didik. (Sumardi Suryabrata : 2004)
3.2 Peran Pendidik dalam Proses Belajar-Mengajar
Proses berguru mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar kekerabatan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau kekerabatan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam bencana belajar-mengajar ini mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar kekerabatan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher), menyerupai fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager berguru (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari kiprah guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.
Kehadiran guru dalam proses berguru mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum sanggup digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi menyerupai sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak sanggup dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan insan dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan insan untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Namun harus diakui bahwa sebagai akhir dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di Indonesia 2,0% atau sekitar tiga setengah juta lahir insan gres dalam satu tahun) dan kemajuan teknologi di lain pihak, di aneka macam negara maju bahkan juga di Indonesia, perjuangan ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas berpaling kepada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi, sistem berguru jarak jauh melalui sistem modul, mesin mengajar/ komputer, atau bahkan pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, menyerupai internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004). Akan tetapi, e-learning pembelajaran yang lebih mayoritas memakai internet (berbasis web).
Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai teladan dalam pengajaran modul, peranan guru sebagai pembimbing berguru justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui radio, guru masih diharapkan terutama dalam menyusun dan membuatkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi.
Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi penggalan yang tidak terpisahkan, hanya kiprah yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut. Dalam pengajaran atau proses berguru mengajar guru memegang kiprah sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah kiprah dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa kiprah seorang guru sangatlah signifikan dalam proses berguru mengajar. Peran guru dalam proses berguru mengajar mencakup banyak hal menyerupai sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini ialah kiprah yang dianggap paling mayoritas dan pembagian terstruktur mengenai guru sebagai:
1) Demonstrator
2) Manajer/pengelola kelas
3) Mediator/fasilitator
4) Evaluator
1) Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai materi atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya lantaran hal ini akan sangat menetukan hasil berguru yang dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri ialah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus berguru terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan aneka macam ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai demonstrator sehingga bisa memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya ialah biar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.
2) Guru Sebagai Pengelola Kelas
Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar. Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan berguru lantaran masing-masing mempunyai kiprah yang memperlihatkan imbas satu dengan yang lainnya. Keberhasilan/kesuksesan guru mengajar ditentukan oleh acara siswa dalam belajar, demikian juga keberhasilan siswa dalam berguru ditentukan pula oleh kiprah guru dalam mengajar. Mengajar berarti memberikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan (Ad. Rooijakkers, 1990:1). William Burton mengemukakan bahwa mengajar diartikan upaya memperlihatkan stimulus, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa biar terjadi proses belajar. Dalam hal ini peranan guru sangat penting dalam mengelola kelas biar terjadi PBM bias berjalan dengan baik.
Mengajar ialah aktivitas/kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau lingkungan sekolah. Dalam proses mengajar, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai oleh guru yaitu biar siswa memahami, mengerti, dan sanggup mengaplikasikan ilmu yang mereka dapatkan. Tujuan mengajar juga diartikan sebagai cara untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laris seorang siswa (Muchtar & Samsu, 2001:39).
Dalam hal ini tentu saja guru berharap siswa mau belajar, baik dalam jam pelajaran tersebut atau setelah materi dari guru ia terima. Menurut Sagala (2003:12), berguru ialah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah materi belajar. Proses berguru mengajar akan berlangsung dengan baik jikalau guru dan siswa sama-sama mengerti materi apa yang akan dipelajari sehingga terjadi suatu interaksi yang aktif dalam PBM di kelas dan hal ini menjadi kunci kesuksesan dalam mengajar. Dengan demikian proses pembelajaran terjadi dalam diri siswa. Pembelajaran merupakan suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut merespon situasi tertentu yang ia hadapi (Corey, 1986:195)
Siswa sebagai subjek belajar, mempunyai pandangan/harapan dalam dirinya untuk seorang guru yang mereka anggap sukses mengajar di kelas. Apa sajakah pandangan para siswa tersebut? Menurut Etiwati seorang Guru Sekolah Menengah kejuruan PENABUR yang penulis kutip dari situs Sekolah Menengah kejuruan 4 PENABUR beliau menyebutkan bahwa para siswa menilai guru yang sukses mengajar itu ialah guru yang:
- tidak membuat siswa bosan dan takut
- mempunyai selera humor
- tidak gampang marah
- mau diajak berdialog dengan siswa
- menghargai pendapat siswa dan tidak gampang menyalahkan
- menghargai keberadaan siswa
- tidak pilih kasih terhadap siswa
- menguasai & menjelaskan materi dengan baik dan dimengerti oleh siswa serta mau memaparkan kembali ketika ada siswa belum jelas/belum paham.
Ternyata bermacam-macam pendapat siswa tersebut tidak ada satupun yang menganggap kesuksesan seorang guru jikalau seluruh kelas tuntas dikala uji ompetensi/ulangan. Jika demikian, apakah ketuntasan dalam ujian menjadi tidak perlu? Para siswa menjawab bahwa ketuntasan dalam ujian merupakan penggalan tanggung jawab siswa dalam berguru lantaran hal tersebut bekerjasama dengan keberhasilan individu. Namun, sebagai guru, kita pun tentu tidak akan melepaskan tanggung jawab atas hasil berguru siswa.
Selain siswa, penulis pun sanggup sedikitnya menggambarkan pendapat para guru perihal topik tersebut. Bapak & ibu guru beropini bahwa mengajar dengan sukses itu:
- jika siswa sanggup mendapatkan materi/bahan ajar dan hasilnya sesuai sasaran yang diharapkan,
- jika siswa antusias menyimak dan memperlihatkan pertanyaan mendalam perihal materi yang mereka terima serta mengaplikasikannya,
- jika acara tercapai sempurna waktu, materi sanggup diterima siswa, dan terjadi perubahan dalam diri siswa
- jika bisa membuat siswa mengerti apa yang diajarkan oleh guru serta ada perubahan dalam diri siswa, dan mereka me rasa nyaman dalam PBM,
- jika sanggup memberikan materi dengan cara/metode yang baik dan menarik, siswa memahami serta merespon dengan positif, aktif, dan hasil evaluasinya baik,
- jika suasana kelas aman untuk belajar,
- jika ada interaksi dalam PBM secara aktif, perubahan terjadi pada semua aspek.
Dari aneka macam pendapat di atas sanggup penulis simpulkan bahwa mengajar dengan sukses ialah jikalau guru sanggup memperlihatkan materi kepada siswa dengan media dan metode yang menarik, membuat situasi berguru yang aman dalam kelas sehingga tercipta interaksi berguru aktif. Dengan begitu akan terjadi proses perubahan dalam diri siswa bukan hanya pada hasil berguru tetapi juga pada sikap dan sikap siswa.
Jadi, mengajar dengan sukses itu tidak hanya semata-mata memperlihatkan pengetahuan yang bersifat kognitif saja, tetapi di dalamnya harus ada perubahan berpikir, sikap, dan kemauan supaya siswa mau terus belajar. Timbulnya semangat berguru dalam diri siswa untuk mencari sumber-sumber berguru lain merupakan salah satu indikasi bahwa guru sukses mengajar siswanya. Dengan demikian kesuksesan dalam mengajar ialah seberapa dalam siswa termotivasi untuk mau terus berguru sehingga mereka akan menjadi manusia-manusia pembelajar. Caranya? Sebagai guru mari kita mau membuka diri dan melihat secara jernih apa yang menjadi harapan siswa dalam diri kita
3) Guru sebagai perantara dan fasilitator
Sebagai perantara guru hendaknya mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup perihal media pendidikan lantaran media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian jelaslah bahwa media pendidikan merupakan dasar yang sangat diharapkan yang bersifat melengkapi dan merupakan penggalan integral demi berhasilnya proses pendidikan.
Sebagai fasilitator guru hendaknya bisa mengusahakan sumber belajar
yang kiranya berkhasiat serta sanggup menunjang pencapaian tujuan dan proses
belajar-mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun surat
kabar.
4) Guru sebagai evaluator
Dalam dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan akan diadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan tadi orang selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik. Penilaian perlu dilakukan, lantaran dengan penilaian guru sanggup mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis sanggup mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
1) Peran guru sebagai demonstrator dalam PBM guru hendaknya senantiasa menguasai materi atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya lantaran hal ini akan sangat menetukan hasil berguru yang dicapai oleh siswa.
2) Dalam kapasitasnya sebagai penglola kelas, seorang guru dituntut untuk bisa menjadikan suasana kelas menjadi aman sehingga proses berguru mengajara atau penyampaian pengetahuan dari guru ke murid atau proses pertukaran ilmu dan pengetahuan diantara siswa yang satu dengan yang lainnya bisa berjalan dengan baik.
3) Sebagai perantara guru hendaknya mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup perihal media pendidikan lantaran media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar.
4) Setiap kegiatan berguru mengajar hendaknya guru senantiasa melaksanakan penilaian atau penilaian, lantaran dengan penilaian guru sanggup mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.
4.2 Saran
Untuk tercapainya tujuan pokok pendidikan hendaklah kiprah pendidik tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga berorientasi pada bagaimana seorang anak didik bisa berguru dari lingkungan dari pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan luasnya hamparan alam, sehingga dengan pementapan adanya kiprah dan kiprah guru dalam dunia pendidikan khususnya dalam kegiatan proses berguru mengajar diharapkan guru sanggup mengetahui kiprah dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan diharapkan terjalinnya kekerabatan yang serasi dengan para penerima didiknya sehingga harapan tercapainya tujuan pendidikan bisa dengan gampang terwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, Mohammad Toha. 2001. “Tutorial Elektronik melalui Internet dan Fax Internet” dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 2, No. 1,
H. Emil Rosmali, SE. Tugas dan Peran Guru. http://www.alfurqon.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=58&Itemid=110
Kartono, Kartini. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Anem Kosong Anem
Makmun, Syamsudin Abin. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Prof. DR. Nana Sudjana, 2004, Proses Belajar Mengajar, Bandung: CV Algesindo
Sidi, Djati Indra. 2003. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta : Paramadina
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Tirtarahardja, Umar. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Th. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Cemerlang
Maret 2001. Tangerang: Universitas Terbuka.
http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm)
Sutrisno. (2007). E-learning di Sekolah dan (sumber dari Internet: 17 Agustus 2007).
Etiwati (Guru SMAK 4 PENABUR), Mengajar dengan Sukses, http://tpj.bpkpenabur.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=154&Itemid=27