Menurut dasar berlakunya Hukum Internasional, ada beberapa teori yang berdasarkan saya sesuai dengan konstelasi perkembangan jaman ketika ini. Saya akan mencoba mengupas sedikit perihal dasar kekuatan mengikatnya Hukum Internasional dari beberapa teori dibawah ini :
A. Teori Hukum Alam/ Hukum Kodrat
Dalam teori aturan alam ini ciri keagamaan sangat kuat, namun sesudah itu oleh Grotius dilepaskan dari hubungannya dengan keagamaan. Disini aturan alam diartikan sebagia aturan yang ideal yang didasarkan atas hakekat insan sebagai mahluk yang cendekia atau satuan kaidah yang diilhamkan alam pada nalar manusia. Kelemahan teori aturan Alam yaitu sangat samar dan tergantung pada pendapat subjektif dari yang bersangkutan mengenai keadilan, kepentingan masyarakat Internasional dan konsep lain yang serupa.
B. Teori Kemauan Negara (state will theory)
Teori ini menjelaskan bahwa negaralah yang merupakan sumber segala aturan dan aturan internasional mengikat alasannya yaitu kemauan negara sendirilah yang mau tunduk dengan aturan internasional. Kelemahan dari teori ini yaitu tidak sanggup menjawab suatu pertanyaan, mengapa suatu negara baru, semenjak munculnya dalam masyarakat internasional sudah terikat oleh aturan internasional, lepas dari mau atau tidak maunya ia tunduk padanya.
C. Teori Kemauan Bersama Negara(Common Will Theory, Vereinbarung Theorie)
Teori ini intinya menyatakan bahwa Hukum internasional mengikat negara-negara bukan alasannya yaitu kehendak masing-masing negara untuk tunduk pada aturan internasional, melainkan alasannya yaitu adanya suatu kehendak bersama negara-negara untuk tunduk pada aturan internasional. Kehendak bersama ini dinamakan vereinbarung. Kelemahan teori ini yaitu kekuatan dasar mengikat aturan berdasarkan kehendak subjek aturan itu tidak sanggup diterima.
D. Norma Hukum (Mazhab Wina)
Teori ini menjelaskan bahwa, intinya dasar mengikatnya aturan internasional bukanlah merupakan kehendak negara melainkan berdasarkan pada norma hukum. Suatu kaidah intinya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi diatasnya begitu pula seterusnya. Dan segala sesuatunya dikembalikan kepada kaidah dasar, dan kaidah dasar yang dianut oleh mazhab ini adlah asas “pacta sun servanda”. Kelemahan dari teori ini yaitu tidak sanggup menjawab mengapa kaidah dasar itu sendiri mengikat. Ini menjadikan sistem yang tadinya logis menjadi tergantung di awang-awang, alasannya yaitu mustahil duduk kasus kekuatan mengikatnya aturan internasional itu didasrkan pada suatu hipotesa.
E. Fait Social (Mazhab Perancis)
Mazhab Perancis ini mendasarkan mengikatnya suatu aturan termasuk aturan Internasional pada faktor-faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan insan yang oleh mereka diberi nama “fakta-fakta internasional”(fait social). Kaprikornus dasar kekuatan mengikatnya aturan internasional terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya aturan itu mutlak perlu, bagi sanggup terpenuhinya kebutuhan insan (bangsa) untuk bermasyarakat.
F. Pandangan Starke
Menurut starke unsur pokok yang memperkuat sifat wajib aturan-aturan aturan internasional yaitu fakta empiris bahwa negara-negara mau bersihkeras mempertahankan hak-haknya berdasarkan aturan-aturan tersebut terhadap negara yang dianggapnya seharusnya menaati aturan-aturan itu. Dengan kata lain, sekurang-kurangnya hingga batas tertentu, kasus kekuatan mengikatnya aturan internasional pada karenanya meluluhkan dirinya kedalam kasus yang tidak berbeda dari kasus sifat memaksa aturan pada umumnya.
Menurut saya teori yang sesuai dengan mengikatnya aturan internasional ketika ini yaitu pandangan yang dikemukakan oleh Starke. Beliau beropini bahwa unsur pokok yang memperkuat sifat wajib aturan-aturan aturan internasional yaitu fakta empiris bahwa negara-negara mau bersihkeras mempertahankan hak-haknya berdasarkan aturan-aturan tersebut terhadap negara yang dianggapnya seharusnya menaati aturan-aturan itu. Demikianlah yang terjadi ketika ini. Nrgara-negar adikuasa menyerupai Amerika Serikat, Uni Soviet, Perancis dll yang memiliki hak veto di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang selama ini di kenal sebagai Lembaga Internasional paling terkemuka didunia ini tentunya justru membawa beberapa negara adikuasa diatas untuk semakin menindas negara-negara lemah untuk kepentingan negara tertentu saja. Misalnya saja yang terjadi di Palestina dari dulu hingga sekarang. Betapa Mahkamah Internasional tidak berkutik dan asyik menonton Israel yang selalu mengagresi Palestina. Israel menyerupai yang kita ketahui yaitu negara yang cukup penting bagi Amerika alasannya yaitu banyak sekali saham besar menyerupai unilever, danone dll yang ternyata pemegang saham terbesarnya yaitu Israel. Walaupun tidak masuk nalar Amerika terbukti melindungi Israel, hal ini di karenakan efek Israel yang sangat besar lengan berkuasa pada aneka macam sentral-kapital (pusat modal) menyerupai MNC dan TNC (Multi National Corporation dan Trans National Corporation) serta organisasi multilateral yang menopang sistem ekonomi internasional yang kapitalis menyerupai WTO(World Trade Organization), IMF (International Monetery Fund) atau World Bank yang ketiganya sering disebut “The Three Sisters”(Shofwan Al Banna.2005:10). Bukti diatas mengungkap bahwa Hukum Internasional hanya dijadikan alat oleh para penguasa yang memegang aturan itu untuk melancarkan kepentingannya menyerupai halnya aturan pada umumnya. Seperi apa yang di katakan Starke bahwa” sekurang-kurangnya hingga batas tertentu, kasus kekuatan mengikatnya aturan internasional pada karenanya meluluhkan dirinya kedalam kasus yang tidak berbeda dari kasus sifat memaksa aturan pada umumnya.”
Padahal berdasarkan saya berlakunya aturan internasional itu idealnya menyerupai yang dijelaskan oleh teori fait social atau mazhab Perancis yang mendasarkan mengikatnya suatu aturan termasuk aturan Internasional pada faktor-faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan insan yang oleh mereka diberi nama “fakta-fakta internasional”(fait social). Kaprikornus dasar kekuatan mengikatnya aturan internasional terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya aturan itu mutlak perlu, bagi sanggup terpenuhinya kebutuhan insan (bangsa) untuk bermasyarakat. Jika demikian tentunya rakyat internasional akan tenang dan sejahtera tidak ditindas oleh negara-negara tertentu yang mendahulukan kepentingan negaranya sendiri bukan kepentingan sosial.
Daftar Pustaka
Ekram Pawiroputro. 2008. Diktat Hukum Internasional. Yogyakarta: UNY Press
Shofwan al Banna. 2005. Palestine.Yogyakarta: Pro-U Media
follow: @ardimoviz
.........
