A. Perkembangan PKN di Amerika Serikat
1. Civics
Numan sumantri menggambarkan civics, pada istilah pada zaman Yunani yaitu penduduk sipil yang mempraktekkan demokrasi pribadi dalam “negara kota” (polis). Istilah ini lalu diambil alih oleh Amerika Serikat untuk diguaka sebagai istilah pelajaran demokrasi politik di sekolah-sekolah dan dipakai untuk membedakan dalam pelajaran ilmu politik di universitas-unversitas lantaran dalam pelajaran civics ini organisasinya akan diorganisir secara psiklogis (psychologically organized). Maksudnya semoga civics bias dipahami, dimengerti sesuai dengan tingkat umur pelajar (Numan somantri, 1976:46). Pelajaran civics mulai diperkenalkan pada tahun 1970 di Amerika Serikat dalam rangka mengAmerikakan bangsa Amerika”. Isinya membicarakan mengenai pemerintahan, hak dan kewajiban warga negara.
2. Community Civics
Pada tahun 1907 lahir gerakan Community Civics yang dipelopori oleh W.A.Dunn dimaksudkan semoga pelajaran civic lebih fungsional bagi pelajar. Isi civics berdasarkan gerakan community civics disamping mempelajari konstitusi dan pemerintahan juga mempelajari perihal community civics, economic civics, dan vocational civics.
3. Civic Education
Istilah lainnya ialah citizenship education. Gerakan Civic education pada tahun 1910 timbul lantaran pelajaran civics kurang berisikan kebutuhan pelajar yang berkaitan dengan aspek pendidikan dan kebutuhan masyrakat. Sehingga civics education meliputi:
· Berbagai macam kegiatan mengajar yang sanggup mengakibatkan hidup dan tingkah laris yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.
· Juga mencakup seluruh aktivitas sekolah dan pengalaman sekolah untuk melengkapi pandangan daripada fungsinya sebagai warga negara, ibarat hak dan kewajiban serta tanggung jawab dalam masyarakat demokratis.
B. Perkembangan PKn di Indonesia
1. Sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Pada jaman Hindia Belanda di kenal dengan nama “Burgerkunde”. Pada waktu itu ada 2 buku resmi yang digunakan, yaitu :
a. Indische Burerschapkunde, yang di bicarakan dalam buku tersebut, duduk kasus masyarakat pribumi. Pengaruh barat, bidang sosial, ekonomi, hukum, ketatanegaraan dan kebudayaan, duduk kasus pertanian, duduk kasus perburuhan. Kaum menengah dalam industri dan perdagangan, terbentuknya dewan rakyat, duduk kasus pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara dan angkatan laut.
b. Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986: 8-9) karangan J.B. Vortman yang dibicarakan dalam buku tersebut yaitu : Badan pribadi yang mengutarakan masyarakat dimana kita hidup, obyek aturan dimana dib icarakan eigondom eropah dan hak-hak atas tanah. Masalah kedaulatan raja terhadap kewajiban-kewajiban warga negara dalam perinta Hindia Belanda. Masalah Undang-Undang, sejarah alat pembayaran dan kesejahteraaan
Adapun tujuan dari buku tersebut, yakni: semoga rakyat jajahan lebih memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga diperlukan tidak menganggap pemerintah belanda sebagai musuh tetapi justru memberikan derma dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang panjang.
Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang disetujui Volksraad, bahwa setiap ugru harus mempunyai izin. Dalam pertimbangannya ialah banyak guru sekolah partikelir bukanlah lulusan sekolah guru, dan yang berhak mengajar hanyalah lulusan sekolah guru. Sedangkan lewat pendidikan non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan nasional yakni bung Karno dan Bung Hatta. Pelaksanaan pendidikan politik baik yang dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir maupun yang dilakukan para tokoh pergerakan nasional, pada prinsipnya sanggup di nyatakan sebagai “cikal bakal” pendidikan politik atau PKn di Jaman Indonesia merdeka.
2. Sesudah Proklamasi kemerdekaan
Gambaran Nu’man Somantri (1976: 34-35), yakni :
a. Kewarganegaraan (1957)
Isi pelajaran kewarganegaraan ialah membahas cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan.
b. Civics (1961)
Isi civics banyak membahas perihal sejarah kebangkitan nasional . Uud, pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan untuk “nation and character building” Bangsa Indonesia ibarat pada waktu pelaksanaan civics di America pada tahun-tahun sehabis declaration of Independence Amerika
c. Pendidikan Kewargaan Negara (1968)
Diberlakukannya kurikulum 1975, PKn pada prinsipnya merupakan unsur dari PMP. Lahirnya UU no.2 Tahun 1989 perihal SPN (Sistem Pendidikan Nasional). menunjuk pasal 39 ayat 2, yang memilih bahwa PKn bersama dengan pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama harus di muat dalam kurikulum semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan maka PKn akan mengalami perkembangan lagi.
Menurut ali emran (1976: 4) isi PKn mencakup :
1) Untuk SD : pengetahuan Kewargaan negara, sejarah Indonesia, ilmu Bumi.
2) Untuk Sekolah Menengah Pertama : Sejarah kebangsaan, insiden sehabis kemerdekaan, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, Ketetapan MPRs.
3) Untuk Sekolah Menengan Atas : Uraian pasal-pasal dari Undang-Undang Dasar 1945 yang dihubungkan dengan tatanegara, sejarah, ilmu bumi dan ekonomi.
Tahun 1970 PKn difusikan ke dalam mata pelajaran IPS
Tahun 1972, dalam seminar di Tawangmangu Surakarta, tetapkan istlah ilmu kewargaan Negara (IKN) sebagai pengganti CIVICS, dan pendidikan Kewargaan Negara (PKn) sebagai istilah civic Education.
Dengan demikian, IKN lebih bersifat teoritis dan PKn lebih bersifat mudah antara keduanya merupakan kesatuan tak terpisahkan, karna perkembangan PKn sangat tergantung pada perkembangan IKN.
d. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Menurut Kurikulum 1994
è Kurikulum 1994 mengintegraiskan antara pengajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan nama mata pelajaran PPKn.
3. Perkembangan PKn pada masa transisi Demokrasi
Perkembangan PKn pada kurun Orde Baru, ternyata lebih ditentukan faktor kepentingan untuk membangun negara (state Building) ketimbang untuk membangun bangsa (Nation Building). Hal tersebut di sebabkan lantaran :
1) Kemerosotan nilai estetika dan moral para penyelenggara negara yang sudah kehilangan semangat pengabdian, pengorbanan kejujuran dan keikhlasan.
2) Hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat keadiland an kebenaran.
3) Fandalisme, paternalisme dan absolutisme
4) Posisi dan tugas ABRI lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat negara untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat.
Kondisi di atas kuat pada perubahan kurikulum PPKn dan pelaksanaan pengajarannya di lapangan yang lebih menekankan untuk mendukung status quo atau legitimasi dan pembenaran (justifikasi) banyak sekali kebijakan rezim orba dari pada untuk meningkatkan pemberdayaan warga Negara dalam berafiliasi dengan negara. Dalam kurun reformasi, tantangan PPKn semakin berat. P4 dipermasalahkan substansinya, lantaran tidak memperlihatkan citra yang sempurna perihal nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Dengan adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan / pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, aturan dan moral.
Semoga bermanfaat :)
Follow: @ardimoviz
