Skip to main content

Asas Berlakunya Aturan Pidana

Berlakunya aturan pidana berdasarkan asas aturan berdasarkan tempat, sanggup kita jumpai dalam ketentuan dari pasal 2 – 9 kitab undang-undang hukum pidana yang mengandung  asas teritorialiteit, asas personaliteit, asas tunjangan , asas universaliteit. Dalam uraian selanjutnya  akan  dijelaskan kedudukan masing – masing  asas tersebut :
A.   Asas Teritorialiteit(Territorialiteits – beginsel)
Asas teritorialiteit berarti bahwa perundang – undangan aturan pidana yang berlaku  bagi semua perbuatan pidana yang terjadi didalam wilayah  Negara , yang dilakukan oleh setiap orang, baik sebagai warga Negara  maupun orang asing. Pada pasal 2 kitab undang-undang hukum pidana mengandung asas  territorial, yang menyatakan aturan pidana (wettelijke strafberpalingen) dalam perundang – undangan Indonesia berlaku bagi  semua perbuatan pidana yang terjadi di dalam wilayah Indonesia.
Ketentuan mengenai asas teritorialiteit diatas, yang menjadi dasar berlakunya aturan pidana yakni tempat atau wilayah aturan Negara tanpa memperhatikan dan mempersoalkan siapa, atau apa kualitasnya atau kewarganegaraannya , siapa pun yang melaksanakan tindak pidana di dalam wilayah aturan Indonesia , maka aturan pidana Indonesia  berlaku terhadap orang itu,
Luas dan batasan wilayah aturan di Indonesia sudah diatur dalam keputusan Konstituante No. 47/K/1957 yang menyatakan wilayah yang dimaksud pada waktu proklamasi kemermerdekaan yang meliputi  wilayah bekas Hindia Belanda dulu menurut  keadaan pada dikala pecah perang pasifik tanggal 7 desember. wilayah bahari Indonesia itu sendiri sebelum tahun 1957 berdasarkan “ territorial zee en maritieme kringen ordonatie “(Stb 1939 No. 442) yakni 3 mil, bahari yang dihitung dari batas garis pasang surut sesuai dengan kebiasaan internasional namun pada dikala berjalannya KABINET KARYA dibawah pedana menteri JUANDA  pada tanggal 13 desember 1957 dikeluarkan pengumuman yang pada dasarnya “ menyatakan bahwa batas territorial indonesi lebarnya 12 mil yang diukur dari garis – garis yang menghubungkan titik – titik yang terluar pada pulau – pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undang – undang “ hal ini pun dipertegas dalam UU No. 4/Prp/1960 pada pasal  1 ayat (2) yang menyatakan “….jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi 24 mil bahari dan Negara Indonesia tidak merupakan satu – satunya Negara tepi, maka garis batas laut  wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat
Ketentuan pasal 2, diperluas lagi oleh pasal 3 yang termasuk melaksanakan tindak pidana dalam “ keadaan air (vaartuig) Indonesia dan pesawat udara Indonesia “, perluasaan berlakunya aturan Indonesia berdasarkan pasal 3 semula hanyalah pada keadaan air Indonesia saja , gres dengan UU No. 4 tahun 1976 diperluas juga di dalam  pesawat udara Indonesia . rumusan pasal 3 setelah disempurnakan dengan UU No. 4 tahun 1976 itu yakni sebagai berikut :
ketentuan pidna perundang – undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar Indonesia melaksanakan tindak pidana di dalam keadaan air atau pesawat udara Indonesia
Pada pasal 95 a, memuat pengertian “pesawat udara Indonesia” yang menyatakan sebagai berikut :
(1)  Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia yakni pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia
(2)  Termasuk pula pesawat udara Indonesia yakni pesawat udara abnormal yng disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan perusahaan penerbangan Indonesia

B.   Asas Personaliteit (Personaliteit-beginsel)
Berlakunya aturan pidana berdasarkan asas personaliteit yakni bergabung atau mengikuti subjek aturan atau orangnya ,yakni warga Negara dimanapun keberadaannya. Asas terdapat dalam pasal 5 dan diatur lebih lanjut dalam pasal 6, 7,dan 8
Pasal 5 Merumuskan sebagai berikut :
(1)  Ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga Negara yang diluar Indonesia melakuakan :
1.    Salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II buku kedua dan pasal – pasal 160. 161, 240, 279, 450,dan 451
2.    Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang – undangan pidana Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut  perundang undangan Negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana
(2)  Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 sanggup dilakukan juga jikalau terdakwa menjadi warga Negara sehabis melaksanakan perbuatan
Bab I dan Bab II telah secara limitative merumuskan kejahatan – kejahatan tertentu yang berlaku asas personaliteit, artinya mengikut warga Negara RI dimanapun di luar wilayah aturan Indonesia . sementara itu, yang ditentukan dalam ayat (1) sub ke-2 tidak secara limitatif ditentukan jenis dan bentuk tindak pidana tertentu , melainkan terhadap perbuatan – perbuatan dengan batas – batas atau syarat tertentu yaitu :
a.    Perbuatan itu berdasarkan perundang – undangan Indonesia yakni berupa suatu kejahatan tertentu, dan
b.    Menurut ketentuan perundang- udangan Negara di mana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana , dalam arti juga merupakan suatu tindak pindana
Jadi, berdasarkan  ketentuan ayat (1) sub ke 2 pada dasarnya asas personaliteit ini berlaku terhadap warga Negara Indonesia mengenai semua kejahatan pada buku II (butir a ) selain yang dirumuskan dalam pecahan I dan pecahan II, namun dibatasi dengan syarat – syarat tertentu, dimana harus merupakan perbuatan yang di pidana berdasarkan ketentuan perundang –undangan Negara dimana parbuatan itu dilakukan
Mengenai asas personalitas yakni aturan pidana Indonesia berlakunya mengkuti   warga Negaranya ibarat ketentuan dari pasal 5, diperluas oleh pasal 7 ,yang dirumuskan yakni sebagai  berikut :“ ketentuan pidana dalam perudangan – undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat Indonesia yang diluar Indonesia melaksanakan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pecahan XXVII buku kedua

















C.   Asas Perlindungan (Beschermings-beginsel) atau Asas Nasional Pasif
Asas nasional pasif yakni asas yang menyatakan berlakunya undang – undang aturan pidana Indonesia diluar wilayah Negara bagi setiap orang , warga Negara atau orang abnormal yang melanggar kepentingan aturan Indonesia , atau melaksanakan perbuatan pidana yang membahayakan kepentingan nasional di luar negeri , titik berat asas ini di tujukan kepada kepentingan (nasional ) dimana perbuatan pidana yang dilakukan seseorang di luar negeri.  kepentingan aturan yang dilindungi ini bukan didasarkan pada kepentingan eksklusif saja , tetapi pada kepentingan aturan Negara dan bangsa atau kepentingan nasional 
Hukum pidana Indonesia yang mengatur asas ini, sebagaimana tertuang dalam pasal 4 kitab undang-undang hukum pidana yang  mengandung semua bentuk kejahatan – kejahatan ,kejahatan yang dimaksud adalah:
1.   Kejahatan terdapat keamanan Negara (104,104,107,108,111,bis Ke-1 dan 127)
2.   Kejahatan penyerangan (aanranding) terhadap presiden dan wakil presiden (131)
3.   Kejahatan yang mengenai mata uang dan uang kertas , secara kasatmata sanggup disebutkan sanggup disebutkan yakni kejahatan – kejahatan mengenai pemalsuan mata uang dan mata uang kertas (Bab X buku II KUHP)
4.   Kejahatan mengenai materai dan merek yakni kejahatan dalam pecahan XI buku II KUHP
5.   Kejahatan pemalsuan surat utang atau akta utang tas tanggungan Indonesia , atau kawasan atau pecahan kawasan dan lain – lain kejahatan pemalsuan ini sanggup masuk pasal 264
6.   Beberapa kejahatan pelayaran , yakni
a.    Pembajakan bahari (438)
b.    Pembajakan laut, pembajakan tepi laut, pembajakan sungai, pembajakan sungai, pembajakan pantai yang mengakibatkan orang mati (445)
c.    Turut menyewa kapal dan lain – lain yang diketahui akan melaksanakan pembajakan laut, pembajakan tepi laut, pembajakan pantai dan sungai
7.   Kejahatan menyerahkan kendaraan air kepada pembajak bahari (447)
8.   Termasuk pula kejahatan – kejahatan yang membahayakan penerbangan dan serana penerbangan ( pasal 479 aksara j.i.n.m.dan o)
Ketentuan dalam pasal 4 kitab undang-undang hukum pidana diperluas lagi oleh pasal 7 dan pasal 8 KUHP,rumusan pasal 7 dimaksudkan untuk memperlakukan undang- unadang aturan pidana Indonesia di wilayah bagi setiap pejabat indonesia yang terdiri dari warga negara dan orang abnormal ,sedangkan pasal 8 memilih undang – undang aturan pidana Indonesia diluar wilayah bagi nahkoda atau penumpang bahtera iandonesia yang sekali pun berada di luar bahtera melaksanakan perbuatan pidana
D.   Asas Universaliteit (Universaliteits – beginsel ) atau asas persamaan
     Pengertian asas Universaliteit yakni asas yang menyatakan setiap orang yang melaksanakan perbuatan pidana sanggup dituntut undang – undang aturan pidana Indonesia di luar wilayah Indonesia untuk kepentingan aturan bagi seluruh Indonesia , namun mustahil semua kepentingan aturan didunia akan sanggup perlindungan, melainkan hanya untuk kejahatan yang menyangkut perihal keuangan dan pelayaran , pada pasal 4 ke-2 kalimat pertama dan ke-4 kitab undang-undang hukum pidana mengandung asas universal yang melindungi kepentingan aturan dunia terhadap kejahatan – kejahatan dalam mata uang atau uang kertas dan pembajakan bahari ,yang dilakukan setiap orang
     Tujuan dibentuknya pasal 4 ini dalam kaitannya dengan asas universaliteit yakni supaya tidak lepasnya dari tuntutan pidana dan pemidanaan terhadap si pembuat kejahatan – kejahatan yang di maksud ketika setelah beliau berbuat diluar Indonesia,  lalu masuk ke negara Indonesia, sedangkan Indonesia tidak sanggup yang bersangkutan berafiliasi dengan tidak adanya perjanjian mengenai extradisi dengan negara tersebut, atau berdasarkan aturan negara abnormal tersebut perbuatan itu tidak diancam pidana ,hukum pidana Indonesia berlaku baginya dan sanggup dituntut pidana dan dipidana berdasarkan aturan pidana Indonesia tanpa melihat kewarganegaraan si pembuat tersebut

Popular posts from this blog

Rencana-Rencana Atau Het Plan

Sebagaimana kita ketahui bahwa negara Indonesia yaitu suatu organisasi yang mempunyai tujuan. Tujuan negara Indonesia tersebut termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945, yang menyiratkan bahwa negara Indonesia yaitu negara h u kum yang menganut welfare state . Sebagai suatu negara h u kum yang bertujuan untuk mensejahterakan warganya, setiap kegiatan pemerintah di samping harus diorientasikan pada tujuan yang hendak dicapai juga harus menjadikan h u kum yang berlaku sebagai aturan dan pola dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh lantaran itu aturan harus menjadi pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah yang merupakan bab dari organisasi negara menjalankan kegiatannya untuk mencapai tujuan negara dengan mengacu pada aturan manajemen negara sebagai aturan acara pemerintahan dan memfungsikannya sebagai pengarah pencapaian tujuan yang sebelumnya telah ...

Perbandingan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Perihal Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN Undang-undang akan selalu berubah mengikuti zaman. Hal ini dikarenakan tidak semua pasal dalam undang-undang pas atau sesuai untuk diterapkan disepanjang zaman. Demikian juga dengan undang-undang perihal Pemerintahan Daerah. Dulu undang-undang yang dipakai ialah UU No. 5 tahun 1974, kemudian seiring berjalannya waktu diganti menjadi UU No. 22 tahun 1999. dan yang terakhir dipakai kini ialah UU No. 32 tahun 2004. Sebelum UU No.5 digunakan, terlebih dahulu ada UU No.18 tahun 1965. Mengenai Pemerintahan Daerah, diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang selengkapnya berbunyi: “Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pamerintahannya ditetapkan dengan UU dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-Daerah yang bersifat istimewa ” Dari ketentuan pasal tersebut sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut: Wilayah Indonesia dibagi ke ...

New Jersey Home Away Inter 2012 - 2013

New Jersey Home Away Inter 2012 - 2013  Jersey Home  Jersey Away Sumber foto: inter.it