Hasil Pengamatan Sidang Pidana di Pengadilan Negeri Sleman
Alamat: Jln. Merapi, Beran, 55511, telp: 868401
No. perkara: 477/ Pid.B/2009/PN.Sleman
Waktu Persidangan Kamis, 8 Oktober 2009
A. Hakim Ketua : Tutut T, SH
B. Hakim Anggota : 1. Riyanto, SH
2. Udjanti, SH
C. Panitera Pengganti : Suyitna, SH
D. Jaksa : Wiwik, SH
E. Terdakwa : Doni Wibowo
F. Saksi : 1. Imam Nugroho
2. Agus Rahman
3. Wawan Pradityo Putro
G. Tuntutan : Pasal 362 KUHP
H. Kasus : Pencurian helm
I. Tahapan : Pembacaan surat dakwaan dan investigasi saksi
J. Barang Bukti : 1. 1 helm “ciduk” warna putih
2. 1 helm standar warna biru
3. 1 lembar karcis parkir
K. Keterangan : 1. Terdakwa melaksanakan tindak pidana pencurian;
2. Terdakwa dituntut 8 bulan penjara;
3. Hasil curian dikembalikan kepada pemiliknya/korban;
4. Beban kasus Rp. 2.000,00.
Analisis:
Hukum program pidana ruang lingkupnya lebih sempit, yaitu hanya mulai pada mencari kebenaran, penyelidikan, penyidikan dan berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi) oleh jaksa. Pebinaan narapidana tidak termasuk hokum program pidana. Apalagi yang menyangkut perencanaan undang-undang pidana.
Hukum acara formal (hukum program pidana) mengatur ihwal bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana. Hukum program pidana ruang lingkupnya lebih sempit,yaitu hanya mulai pada mencari kebenaran, penyelidikan , penyidikan , dan berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi) oleh jaksa. Pembinaan nara pidana dan yang menyangkut perencanaan undang-undang pidana tidak termasuk aturan program pidana.
Setelah kelompok kami mengamati jalannya persidangan masalah pencurian oleh Doni Wibowo, berikut hal-hal yang terjadi ketika jalannya persidangan:
1. Hakim ketua dalam masalah ini yakni Tutut T, SH membuka sidang dengan pernyataan bahwa sidang terbuka untuk umum.
2. Hakim ketua meminta penuntut umum memanggil Doni Wibowo (terdakwa) ke dalam ruang sidang.
3. Setelah terdakwa masuk, hakim ketua menanyakan identitas Doni Wibowo yang mencakup nama lengkap, kawasan tanggal lahir, kawasan tinggal, kebangsaan, agama dan pekerjaan.
4. Jaksa Penuntut umum membacakan surat dakwaan atas undangan hakim ketua.
Dalam surat dakwaan tersebut penuntut umum membacakan kronologis bencana sehingga balasannya Doni Wibowo ditahan. ”Peristiwa bermula ketika Doni Wibowo tiba ke Ambarukmo Plaza bersama teman-temannya pada hari Minggu tanggal 9 Agustus 2009 pukul 15.00 WIB. Setelah selesai, yaitu pada pukul 16.00 Doni dan kedua temannya berniat untuk pulang. Mereka menuju ke parkiran motor kawasan mereka parkir (Basement). Pada ketika itu Doni berniat untuk menukar helm miliknya dengan helm milik seseorang yang lebih bagus. Doni mengajak kedua orang temannya tetapi teman-temannya tersebut tidak mau dan menasehati Doni semoga jangan melaksanakan perbuatannya itu namun hal itu tidak dihiraukan oleh Doni. Ketika akan keluar dari kawasan parkir, mereka harus melewati petugas parkir dan memperlihatkan kartu parkir. Petugas parkir (Imam Nugroho) menyelidiki kartu parkir milik Doni dan melihat ada kejanggalan, yaitu isyarat helm di kartu parkir milik Doni tidak sesuai dengan helm yang dipakainya ketika itu. Petugas parkir mulai meragukan dan bertanya kepada Doni untuk mengklarifikasi hal tersebut namun Doni mengelaknya. Lalu petugas parkir memanggil satpam. Satpam menegur Doni dengan baik-baik namun Doni tetap tidak mau mengakui. Pada balasannya petugas parkir melaporkan hal itu ke kantor POLSEK Depok Barat di hari yang sama.
Penuntut umum memperlihatkan surat dakwaan tunggal kepada Doni Wibowo.Yaitu surat dakwaan yang dibentuk dan disusun dalam rumusan tunggal, apabila Penuntut Umum telah berketetapan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa hanya merupakan satu tindak pidana alasannya tindak pidana tersebut terang dan tidak mengandung unsur penyertaan (mededaderschap) ataupun tidak mengandung unsur concursus, unsur alternatif maupun unsur subsider. Doni Wibowo dituntut dengan pasal 362 kitab undang-undang hukum pidana ihwal pencurian yang berbunyi ”Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam alasannya pencurian, dengan pidana penjara paling usang lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
5. Setelah penuntut umum membacakan isi dakwaan, Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah sudah mengerti ihwal dakwaan tersebut. Sumarjiyono menjawab sudah mengerti dan mendapatkan dakwaan dengan tidak mengajukan keberatan.
6. Saksi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Mendengarkan keterangan saksi.
7. Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah keterangan saksi tersebut sesuai atau tidak. Terdakwa menjawab keterangan tersebut memang benar.
Dalam menangani masalah di atas hakim memakai teori sistem pembuktian “Nagatief Wettelijk” di mana dasar pembuktiannya didasarkan pada keyakinan hakim dengan alasan-alasan dan keyakinan hakim harus didasarkan pada alat-alat bukti berdasarkan ketentuan Undang-undang. Makara hakim terikat pada alat-alat bnukti yang ditentukan Undang-udang dan keyakinannya. Hal ini ditunjukan adanya bukti-bukti yang diajukan kepada hakim yang berupa sebuah helm ciduk warna putih dan sebuah helm standar warna biru untuk dikembalikan kepada pemiliknya beserta satu lembar karcis parkir. Meskipun dalam suatu kasus pidana sudah terdapat cukup bukti berdasarkan ketentuan undang-undang, maka hakim belum sanggup menjatuhkan pidana atau sanksi sebelum hakim yakin akan kesalahan terdakwa (Negatief)
Selain itu sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang merupakan landasan dianutnya sistem pembuktian di Indonesia yang dalam pasal tersebut dicantumkan persyratan minimum alat bukti. Alat bukti yang sah yang sanggup digunakan dalam program pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP adalah:
1. keterangan saksi,
2. keterangan ahli,
3. surat,
4. petunjuk,
5. dan keterangan terdakwa.
Kasus di Pengadilan Negeri Sleman di atas telah memenuhi kriteria yang telah kami sebutkan di mana dalam masalah yang kami lihat terdapat tiga keterangan saksi dan keterangan terdakwa yang berupa pengakuan. Tiga keterangan saksi tersebut yakni :
1. Saksi pertama : Imam Nugroho selaku penjaga Basemant (parkir bawah) Ambarukmo Plaza menerangkan bahwa pada ketika itu Imam mengecek kartu parkir milik terdakwa dan ternyata isyarat helm yang tercantum dalam kartu parkir tersebut tidak sesuai dengan helm yang dibawa oleh terdakwa. Imam berusaha menegur terdakwa tetapi terdakwa menyangkalnya.
2. Saksi kedua dan saksi ketiga : dengan nama Agus Rahman dan Wawan Pradityo Putro selaku sahabat dari terdakwa, menerangkan bahwa pada ketika terdakwa melaksanakan pencurian helm, kedua saksi sudah menegur terdak\wa namun terdakwa tetap saja melaksanakan perbuatan pidana tersebut.
3. Pengakuan terdakwa : Doni Wibowo mengakui telah melaksanakan tindak pidana berupa pencurian helm dan ia meratapi perbuatannya tersebut serta berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya.
4. Selain itu ada juga Petunjuk berupa Surat parkir, dimana dalam surat tersebut terdapat isyarat helm sehingga dari hal tersebut sanggup diketahui adanya masalah pencurian berupa helm yang dilakukan oleh Doni
Pengakuan terdakwa belum sanggup digunakan untuk menunjukan kesalahannya alasannya pengukuhan terdakwa disamping harus disertai keterangan, keadaan bagaimana perbuatan pidana itu dilakukan, tempat, dan keterangan waktu serta cara-cara ia melaksanakan perbuatan pidana tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 189 ayat 4 KUHAP yang menyatakan bahwa keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk menunjukan bahwa ia bersalah melaksanakan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
