Kehidupan politik yang merupakan cuilan dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan perihal praktik-praktik sikap politik dalam semua sistem politik. Oleh alasannya yaitu itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lain-lain.
Budaya politik, merupakan cuilan dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik mencakup persoalan legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, acara partai-partai politik, sikap pegawapemerintah negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, acara ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik eksklusif menghipnotis kehidupan politik dan memilih keputusan nasional yang menyangkut teladan pengalokasian sumber-sumber masyarakat.
Dengan demikian, budaya politik itu bekerjsama merupakan cermin dari pengetahuan, sikap dan evaluasi yang sanggup bersifat konkret atau negatif serta sikap terhadap sistem politik. Sistem politik yang dianut oleh suatu negara secara sederhana sanggup digolongkan kedalam sistem politik demokrasi dan otoriter, maka budaya politik itu bisa bersifat demokratis dan otoriter.
Budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut.
- Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan perihal dan dogma pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
- Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para pemain film dan pe-nampilannya.
- Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat perihal obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :
- Budaya politik parohial
- Budaya politik subyek
- Budaya politik partisipan
Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan menawarkan perhatian terhadap sistem politik. Mereka mempunyai pujian terhadap sistem politik dan mempunyai kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka mempunyai keyakinan bahwa mereka sanggup menghipnotis pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan dan mempunyai kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes kalau terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.
Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu menuntaskan sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan, alasannya yaitu mereka merasa mempunyai setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh warga negara. Oleh alasannya yaitu itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela, alasannya yaitu adanya saling percaya (trust) antar warga negara. Oleh alasannya yaitu itu dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.
Budaya Politik subyek lebih rendah satu derajat dari budaya politikpartisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap mempunyai pemahaman yang sama sebagai warga negara dan mempunyai perhatian terhadap sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak gembira terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman kalau membicarakan masalah-masalah politik.
Budaya Politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah, yang didalamnya masyarakat bahkan tidak mencicipi bahwa mereka yaitu warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat pujian terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak mempunyai perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit perihal sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik.
Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik
Sosialisasi Politik, merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input sistem politik yang berlaku di negara-negara manapun juga baik yang menganut sistem politik demokratis, otoriter, diktator dan sebagainya. Sosialisasi politik, merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada anggota masyarakat.
Keterlaksanaan sosialisasi politik, sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana seseorang/individu berada. Selain itu, juga ditentukan oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadian seseorang. Sosialsiasi politik, merupakan proses yang berlangsung usang dan rumit yang dihasilkan dari perjuangan saling menghipnotis di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laris politiknya. Pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap yang diperoleh seseorang itu membentuk satu layar persepsi, melalui mana individu mendapatkan rangsangan-rangsangan politik. Tingkah laris politik seseorang berkembang secara berangsur-angsur.
Jadi, sosialisasi politik yaitu proses dengan mana individu-individu sanggup memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem politiknya, sekalipun hal ini mungkin bisa terjadi. Sebab hal ini bisa saja menjadikan pengingkaran terhadap legitimasi.
Proses Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik yaitu istilah yang dipakai untuk menggambarkan proses dengan jalan mana orang mencar ilmu perihal politik dan membuatkan orientasi pada politik. Adapun sarana alat yang sanggup dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain:
- Keluarga, Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif yaitu di dalam keluarga. Di mulai dari keluarga inilah antara orang bau tanah dengan anak, sering terjadi “obrolan” politik ringan perihal segala hal, sehingga tanpa disadari terjadi tranfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.
- Sekolah, Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah memperoleh pengetahuan awal perihal kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.
- Partai Politik, Salah satu fungsi dari partai politik yaitu sanggup memainkan tugas sebagai sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut sehabis merekrut anggota kader maupun simpati-sannya secara periodik maupun pada ketika kampanye, bisa menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Menampilkan Peran Serta Budaya Politik Partisipan
Menampilkan tugas serta budaya politik partisipan atau tugas warga negara dalam kehidupan politik, sanggup dilakukan pada tingkat makro politik (pemerintahan tingkat nasional) dan mikro politik (pemerintahan lokal). Setiap warga negara sanggup menampilkan tugas serta budaya politik partisipan dalam bentuk:
- Peran aktif, yakni menawarkan masukan, mengkritisi kebijakan publik;
- Peran pasif, yakni mematuhi kebijakan pemerintah;
- Peran positif, yakni meminta kepada pemerintaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya biar sebagai warga negara sanggup hidup sejahtera;
- Peran negatif, yakni menolak segala bentuk intervensi pemerintah yang berkenaan dalam hal-hal yang berkaitan dengan persoalan urusan individu (privasi).
Hubungan budaya politik dengan masyarakat madani
Budaya politik partisipan atau budaya demokrasi merupakan salah satu faktor terpenting bagi penguatan masyarakat madani. PKn sebagai proses sosialisasi budaya politik demokrasi merupakan suatu pendidikan demokrasi. Dengan demikian budaya politik demokrasi mempunyai kekuatan untuk pemberdayaan masyarakat madani, dan pada gilirannya terbentuk masyarakat madani yang mempunyai tugas penting dalam menumbuhkembangkan budaya politik demokrasi.
