Skip to main content

Landasan Historis, Kultural, Yuridis Dan Filosofis Pancasila

BAB I
PENDAHULUAN

Dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila yang terdapat dalam  Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bantu-membantu dengan batang badan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam sejarahnya, keberadaan Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia mengalami banyak sekali macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang menyerupai ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada dikala itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari banyak sekali macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap dapat dipercaya dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa tidak mungkin akan sanggup survive dalam menghadapi banyak sekali tantangan dan ancaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang spesial MPR No. XVIII/MPR/1998 perihal Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi mempunyai kiprah untuk mengkaji dan memperlihatkan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar bisa memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa lampau, remaja ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru. Sehingga menyebarkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideology Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan kepercayaan rakyat yang alhasil mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua, dll.
Berdasarkan alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara untuk selalu mengkaji dan menyebarkan Pancasila setingkat dengan idelogi/paham yang ada menyerupai Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.

A.    Landasan Pendidikan Pancasila

1.      Landasan Historis

Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit hingga datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan mempunyai suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat huruf bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang mencakup lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam kala reformasi bangsa Indonesia harus mempunyai visi dan pandangan hidup yang berpengaruh (nasionalisme) biar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini sanggup terealisasi dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila tersebut tidak lain ialah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.

2.      Landasan Kultural

Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan menempel pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh lantaran itu generasi penerus terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti menyebarkan sesuai dengan tuntutan jaman.

3.      Landasan Yuridis

Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 perihal Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, perihal Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap jadwal studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, perihal Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai insan intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila ialah terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan biar mahasiswa bisa mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali dilema hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta bisa memaknai insiden sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.

4.      Landasan Filosofis

Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia, oleh lantaran itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara ialah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa insan ialah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh lantaran itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi remaja ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, social budaya, maupun pertahanan keamanan.

B.     Tujuan Pendidikan Pancasila

Dengan mempelajari pendidikan Pancasila dibutuhkan untuk menghasilkan akseptor didik dengan sikap dan sikap :

1.      Beriman dan takwa kepada Tuhan YME
2.      Berkemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Mendukung persatuan bangsa
4.      Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan individu/golongan
5.      Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam masyarakat.

Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia dibutuhkan bisa memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan impian dan tujuan nasional dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

C.    Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah

Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, berdasarkan Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
-       berobyek
-       bermetode
-       bersistem
-       bersifat universal

1.      Berobyek

Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek materia. Obyek materia Pancasila ialah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila sanggup dilihat dari banyak sekali sudut pandang contohnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila ialah suatu obyek yang merupakan target pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek material pembahasan Pancasila ialah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non empiris non empiris mencakup nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, huruf dan pola-pola budaya.

2.      Bermetode
            Metode ialah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapat suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu metode ialah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh lantaran obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering dipakai metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum kecerdikan dalam suatu penarikan kesimpulan.

3.      Bersistem

            Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bundar dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian saling bekerjasama baik korelasi interelasi (saling korelasi maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.

4.      Universal

Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.

Tingkatan Pengetahuan Ilmiah

Tingkat pengetahuan ilmiah dalam dilema ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sbb :
Deskriptif        : suatu pertanyaan “bagaimana”
Kausal             : suatu pertanyaan “mengapa”
Normatif         : suatu pertanyaan “ kemana”
Essensial          : suatu pertanyaan “ apa “

1.      Pengetahuan Deskriptif

Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memperlihatkan suatu keterangan, klarifikasi obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian perihal kedudukan dan fungsinya.

2.      Pengetahuan Kausal

Pengetahuan kausal ialah suatu pengetahuan yang memperlihatkan balasan perihal lantaran akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang mencakup 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai
sumber segala norma.

3.      Pengetahuan Normatif

Pengetahuan normatif ialah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif sanggup dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.

4.      Pengetahuan Esensial

Pengetahuan esensial ialah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan perihal hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapat suatu pengetahuan perihal intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).

Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan

Pancasila yuridis kenegaraan mencakup pembahasan Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga mencakup pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma aturan maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara. Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila yuridis kenegaraan ialah mencakup tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif. Sedangkan tingkat pengetahuan essensial dibahas dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila hingga inti sarinya, makna yang terdalam atau membahas sila-sila Pancasila hingga tingkat hakikatnya.

D.    Beberapa Pengertian Pancasila

Kedudukan dan fungsi Pancasila kalau dikaji secara ilmiah mempunyai pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat banyak sekali macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh lantaran itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila mencakup :

1.      Pengertian Pancasila secara Etimologis

Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, berdasarkan Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila mempunyai dua macam arti secara leksikal, yaitu :
Panca artinya lima
Syila artinya watu sendi, alas, dasar
Syiila artinya peraturan tingkah laris yang baik/senonoh

Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang mempunyai arti secara harfiah dasar yang mempunyai lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam fatwa Budha terdapat fatwa moral untuk mencapai surga dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut ialah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila berdasarkan Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati, mencakup larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras.
Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga fatwa Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair kebanggaan Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila).
Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa efek fatwa moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).

2.      Pengertian Pancasila Secara Historis

Sidang BPUPKI pertama membahas perihal dasar negara yang akan diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia ialah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang secara impulsif diterima oleh akseptor sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila ialah :

a.       Mr. Muhammad Yamin

Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :

1.      Peri Kebangsaan
2.      Peri Kemanusiaan
3.      Peri Ketuhanan
4.      Peri Kerakyatan
5.      Kesejahteraan Rakyat

Setelah berpidato ia juga memberikan usul secara tertulis mengenai rancangan Undang-Undang Dasar RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut :

1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kebangsaan persatuan Indonesia
3.      Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

b.      Mr. Soepomo

Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut :
1.      Persatuan
2.      Kekeluargaan
3.      Keseimbangan lahir dan bathin
4.      Musyawarah
5.      Keadilan rakyat

c.       Ir. Soekarno

Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
1.      Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2.      Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3.      Mufakat atau Demokrasi
4.      Kesejahteraan Sosial
5.      Ketuhanan yang berkebudayaan

Selanjutnya ia mengusulkan kelima sila sanggup diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang pada dasarnya adalah gotong royong”.

d.      Piagam Jakarta

Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3.      Pengertian Pancasila Secara Terminologis

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :

1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

           Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut :

a.       Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17 Agustus 1950)

1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Peri Kemanusiaan
3.      Kebangsaan
4.      Kerakyatan
5.      Keadilan Sosial

b.      Dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Peri Kemanusiaan
3.      Kebangsaan
4.      Kerakyatan
5.      Keadilan Sosial

c.       Dalam kalangan masyarakat luas

1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Peri Kemanusiaan
3.      Kebangsaan
4.      Kedaulatan Rakyat
5.      Keadilan Sosial

Dari banyak sekali macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar ialah rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.

Popular posts from this blog

Rencana-Rencana Atau Het Plan

Sebagaimana kita ketahui bahwa negara Indonesia yaitu suatu organisasi yang mempunyai tujuan. Tujuan negara Indonesia tersebut termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945, yang menyiratkan bahwa negara Indonesia yaitu negara h u kum yang menganut welfare state . Sebagai suatu negara h u kum yang bertujuan untuk mensejahterakan warganya, setiap kegiatan pemerintah di samping harus diorientasikan pada tujuan yang hendak dicapai juga harus menjadikan h u kum yang berlaku sebagai aturan dan pola dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh lantaran itu aturan harus menjadi pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah yang merupakan bab dari organisasi negara menjalankan kegiatannya untuk mencapai tujuan negara dengan mengacu pada aturan manajemen negara sebagai aturan acara pemerintahan dan memfungsikannya sebagai pengarah pencapaian tujuan yang sebelumnya telah ...

Perbandingan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Perihal Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN Undang-undang akan selalu berubah mengikuti zaman. Hal ini dikarenakan tidak semua pasal dalam undang-undang pas atau sesuai untuk diterapkan disepanjang zaman. Demikian juga dengan undang-undang perihal Pemerintahan Daerah. Dulu undang-undang yang dipakai ialah UU No. 5 tahun 1974, kemudian seiring berjalannya waktu diganti menjadi UU No. 22 tahun 1999. dan yang terakhir dipakai kini ialah UU No. 32 tahun 2004. Sebelum UU No.5 digunakan, terlebih dahulu ada UU No.18 tahun 1965. Mengenai Pemerintahan Daerah, diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang selengkapnya berbunyi: “Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pamerintahannya ditetapkan dengan UU dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-Daerah yang bersifat istimewa ” Dari ketentuan pasal tersebut sanggup ditarik kesimpulan sebagai berikut: Wilayah Indonesia dibagi ke ...

New Jersey Home Away Inter 2012 - 2013

New Jersey Home Away Inter 2012 - 2013  Jersey Home  Jersey Away Sumber foto: inter.it