Makalah
“PELANGGARAN HAK CIPTA”
Makalah ini diajukan untuk memenuhi kiprah mata kuliah Kriminologi
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta yakni hak pribadi bagi pencipta maupun peserta hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta sanggup juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta mempunyai masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada banyak sekali jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut sanggup meliputi puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang menawarkan hak monopoli atas penggunaan invensi), alasannya hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melaksanakan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
2. Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
Beberapa hak pribadi yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta yakni hak untuk:
· membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
· mengimpor dan mengekspor ciptaan,
· menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
· menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
· menjual atau mengalihkan hak pribadi tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini yakni bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dihentikan melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak pribadi pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun".
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan forum penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan kepingan VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman bunyi nyanyiannya.
Hak-hak pribadi yang tercakup dalam hak cipta tersebut sanggup dialihkan, contohnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta sanggup pula mengizinkan pihak lain melaksanakan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 kepingan V).
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral meliputi hak semoga ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi yakni hak untuk mendapat manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral yakni hak yang menempel pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak sanggup dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral yakni pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun contohnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
3. Perolehan dan pelaksanaan hak cipta
Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum semoga berhak mendapat hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi sehabis periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk memilih bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapat hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui registrasi resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, contohnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, registrasi ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh aturan yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) mempunyai keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta sanggup jadi yakni orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibentuk dalam kaitannya dengan relasi dinas. Prinsip ini umum berlaku; contohnya dalam aturan Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara forum pemerintah dan forum swasta.
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia sanggup meliputi contohnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibentuk untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya menyerupai seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan menyerupai terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi banyak sekali karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan orisinil (UU 19/2002 pasal 12).
c) Penanda hak cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, semoga suatu ciptaan menyerupai buku atau film mendapat hak cipta pada ketika diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah aksara c di dalam bundar (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan tersebut sekarang umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan tersebut sekarang secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang © merupakan lambang Unicode 00A9 dalam heksadesimal, dan sanggup diketikkan dalam (X)HTML sebagai ©, ©, atau ©
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga sanggup bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta sempurna mulai habis masa berlakunya pada final tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu pemberian hak cipta secara umum yakni sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun sehabis pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun sehabis pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 kepingan III dan pasal 50).
4. Pelanggaran Hak Cipta
Suatu perbuatan sanggup dikatakan sebagai suatu pelanggaran hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak pribadi dari pencipta atau pemegang hak cipta.
Perbuatan yang ‘tidak’ dianggap sebagai pelanggaran hak cipta hal-hal sebagai berikut:
Perbuatan yang ‘tidak’ dianggap sebagai pelanggaran hak cipta hal-hal sebagai berikut:
· Pengumuman dan/atau perbanyakan Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan berdasarkan sifatnya yang asli;
· Pengumuman dan/atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama pemerintah, kecuali jikalau hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
· Pengambilan isu konkret baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, forum penyiaran dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
· Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan :
1. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu duduk masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang masuk akal dari pencipta;
2. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
Ø pembelaan di dalam atau di luar pengadilan;
Ø ceramah yang semata2 untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
Ø pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang masuk akal dari pencipta.
3. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam aksara braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jikalau perbanyakan tersebut bersifat komersial;
4. Perbanyakan suatu ciptaan selain acara komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, forum ilmu pengetahuan atau pendidikan dan sentra dokumentasi yang bersifat non komersial semata-mata untuk keperluan aktifitasnya;
5. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, menyerupai ciptaan bangunan;
6. Pembuatan salinan cadangan suatu acara komputer oleh pemilik acara komputer yang dilakukan semata-mata untuk dipakai sendiri.
5. Upaya Penegakkan Hukum
a. Pencegahan pelanggaran hak cipta
Jika ada suatu pelanggaran wacana hak cipta, maka pencipta atau pemegang hak cipta antara lain:
1) Mengajukan permohonan Penetapan Sementara ke Pengadilan Niaga dengan memperlihatkan bukti-bukti berpengaruh sebagai pemegang hak dan bukti adanya pelanggaran Penetapan Sementara ditujukan untuk :
Ø mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi;
Ø menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti.
2) Mengajukan somasi ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakannya.
Untuk mencegah kerugian yang lebih besar, hakim sanggup memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta (putusan sela).
Untuk mencegah kerugian yang lebih besar, hakim sanggup memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta (putusan sela).
3) Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak penyidik POLRI dan/atau PPNS DJHKI.
b. Pihak yang berwenang melaksanakan penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta?
Selain penyidik pejabat Polisi Negara RI juga pejabat pegawai negeri tertentu di lingkungan departemen yang lingkup kiprah dan tanggung jawabnya meliputi pelatihan hak cipta (Departemen Kehakiman) diberi wewenang khusus sebagai penyidik, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 wacana Hukum Acara Pidana untuk melaksanakan penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta.
c. Penegakan aturan atas hak cipta
Penegakan aturan atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada acara pemalsuan yang serius, namun sekarang semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam eksekusi penjara paling singkat satu bulan dan paling usang tujuh tahun yang sanggup disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang dipakai untuk melaksanakan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 kepingan XIII).
Tindak pidana bidang hak cipta dikategorikan sebagai tindak kejahatan dan bahaya pidananya diatur dalam Pasal 72 yang bunyinya :
· Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling usang 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah);
· Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidanan penjara paling usang 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
· Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu acara komputer dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
· Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
· Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 19 atau Pasal 49 ayat (3) dipidana penjara paling usang 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah);
· Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling usang 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah);
· Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling usang 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah);
· Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling usang 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)
· Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah);
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
follow: @ardimoviz
