Dalam proses demokratisasi faktor komunikasi dan media massa mempunyai fungsi penyebaran informasi dan kontrol sosial. Pers merupakan media komunikasi antar pelaku pembangunan demokrasi dan sarana penyampaian informasi dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat kepada pemerintah secara dua arah. Komunikasi ini dibutuhkan menjadikan pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat sehingga demokrasi sanggup terlaksana.
Sebagai forum sosial pers yaitu sebuah wadah bagi proses input dalam sistem politik. Diantara tugasnya pers berkewajiban membentuk kesamaan kepentingan antara masyarakat dan negara sehingga masuk akal sekali apabila pers berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan pers untuk secara baik dan benar dalam mengajukan kritik terhadap target yang manapun sejauh hal itu benar-benar berkaitan dengan proses input.
Ada banyak peranan yang dilakukan oleh pers dalam suatu negara dan dalam mewujudkan demokrasi. Namun, semoga pers bisa menjalankan peranannya terutama dalam menunjang demokratisasi maka perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan kiprah serta fungsinya secara professional. Media massa yang bebas menawarkan dasar bagi pembatasan kekuasaan negara dan dengan demikian adanya kendali atas negara oleh rakyat, sehingga menjamin hadirnya lembaga-lembaga politik yang demokratis sebagai sarana yang paling efekif untuk menjalankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu. Apabila negara mengendalikan media massa maka terhambatnya cara untuk memberitakan penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara.
Bagi suatu pemerintahan diktator kebenaran merupakan ancaman baginya, alasannya yaitu kebenaran akan membuka seluruh jaringan tipu dayanya. Berita-berita yang berasal dari foto jurnalisme serta data dokumenter lainnya memang mempunyai daya yang sangat kuat. Misi pertama pers dalam suatu masyarakat yang demokrartis atau suatu masyarakat yang sedang berjuang untuk menjadi demokratis yaitu melaporkan fakta. Misi ini tidak akan gampang dilaksanakan dalam suatu situasi ketidak adilan secara besar-besaran dan pembagian yang terpolarisasi. Terkucilnya prospek kebebasan pers terang merupakan bab dari redupnya prospek demokratisasi.
Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia tidak sanggup dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik dinegara ini. Bahkan sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari sistem politik yang ada. Di negara dimana sistem persnya mengikuti sistem politik yang ada maka pers cenderung bersikap dan bertindak sebagai “balancer” antara kekuatan yang ada. Tindakan atau sikap ini bukan tanpa alasan mengingat pers di negara berkembang seperi di Indonesia mempunyai banyak pengalaman bagaimana mereka mencoba mempertahankan keberadaannya sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Banyak pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan sirna manakala mereka tidak mengikuti sistem yang berlaku. Oleh lantaran itu guna mempertahankan keberadaannya, pers tidak jarang menentukan jalan tengah. Cara inilah yang sering mendorong pers itu terpaksa harus bersikap mendua terhadap suatu duduk perkara yang berkaitan dengan kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak pers di negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan konsep stabilitas politik nasional sebagai teladan untuk kelangsungan hidup pers itu sendiri.
Dampak penyalahgunaan kebebasan pers (media massa) sangat kuat dalam kehidupan kita. Banyak sikap baik kasatmata ataupun negatif yang ditampilkan kepada kita cenderung merupakan hasil peniruan dari media massa. Dampak kasatmata dari kebebasan pers menyerupai yang diuraikan diatas yaitu kiprahnya dalam proses demokratisasi melalui laporan-laporannya. Sedangkan dampak negatifnya, apabila film, pemberitaan/foto/cover dalam media massa menjurus pada pornografi dan jurnalistik premanisme.
